popular post

Rabu, 20 Januari 2010

Asa, Cita, dan Realita

Keinginan terkadang tidak selalu sejalan dengan kenyataan. setidaknya saat ini itulah yang saya alami. beberapa target lolos dari planning. sewaktu bulan Ramadhan menjelang saya membuka situs jejaring pertemanan yang sekarang sedang naik daun. kebetulan, saya mengikuti salah satu grup beasiswa di situs tersebut. begitu saya buka rupanya ada info beasiswa yang membuat saya begitu tertarik untuk mengikutinya. beasiswa kursus bahasa inggris gratis langsung di negara yang mayoritas penduduknya menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa ibu. darah saya bergelora begitu mengetahui beasiswa tersebut. dalam hati saya berseru "inilah kesempatan saya untuk bisa ke luar negeri, berinteraksi dengan masyarakat yang menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa ibunya, mendalami budaya langsung dari asalnya, dan tentu saja menjejaki belahan bumi lain selain pondok melati bekasi tempat saya tinggal sekarang. rasa itu begitu membara dalam benak saya. saya perhatikan benar-benar persayaratannya. saya persiapan betul-betul untuk menghadapi TOEFl test.

Alhamdulillah, test saya keluar dengan nilai yang memadai untuk mendaftar. saya sampai bolak-balik ke tempat saya melakukan test karena tidak sabar untuk mengetahui hasil test. begitu saya buka dan hasilnya sesuai dengan harapan saya langsung tidak kuasa untuk bersujud syukur atas karunianya. saat itu saya mendapat beberapa rezeki sekaligus. Alhamdulillah. saya mendapat nilai toefl yang baik dan saya dipanggil kompas untuk bekerja kembali. kemudian saya gerabak-gerubuk menyelesaikan berkas-berkas dan application form. sampai di tanggal deadline semua baru selesai pukul 2 siang. hujan turun deras. dan seperti daerah bekasi pada umumnya mulailah banjir melanda. saya panik luar biasa. sebab, saya yakin tidak bisa sampai di IIEF pukul 3 sesuai dengan tutupnya kantor penyedia beasiswa tersebut. Alhamdulillah setelah nego, saya masih bisa mengumpulkan berkas walaupun lewat pukul 3 asalkan saya mengumpulkannya tetap pada hari itu.

sepanjang jalan saya berzikir memohon rahmatNya agar saya diberikan kelancaran dan kemudahan. Transjakarta arah kuningan-dukuh atas pun lewat. saya bergegas masuk. penampilan saya sudah tidak jelas wujudnya. peluh menghiasi wajah saya dan kepanikan melanda saya. saya hanya bisa pasrah pada Allah. sampai menara Imperium semua sudah mulai gelap. beberapa kantor sudah mulai tutup. saya langsung naik lift menuju gedung IIEF. ketika saya masuk Alhmdulillah masih ada orang dan saya bisa memberikan berkas pada perempuan ramah di sana. sebenarnya saya ingin berbicara banyak menanyakan mengenai beassiwa itu. namun sayang keletihan saya yang begitu besar membuat saya memilih untuk bergegas ke luar kantor dan menuju lift. saat keluar saya beriiringan dengan dua mahasiswa universitas Al-Azhar. saya lupa namannya. setelah kami mengorol sambil jalan kami pun berpisah.

berminggu-minggu saya menunggu kabar dengan tidak sabar. di setiap sujud terakhir saya meminta. setiap minggu saya rajin mengecek situs IIEF untuk mengetahui perkembangan namun tak kunjung ada. setelah itu di grup IELSP mulai ramai para peserta yang dipanggil untuk wawancara. saya mulai resah. bagaimana tidak? saya belum menerima telp yang menyatakan saya lolos seleksi berkas. saya mulai resah. dengan keberanian yang saya paksakan dan dengan dukungan teman yang saya kenal karena dia adalah pendaftar yang lolos seleksi berkas saya menelpon IIEF. huffh mereka lumayan menenangkan saya dengan mengatakan bahwa akan ada peserta yang dipanggil kembali minggu besok. tunggu saja katanya.

saya kembali menunggu dengan tidak sabar. kalo ada alat pengukur kecepatan jantung mungkin alat itu akan kelelahan menghitung kecepatan jantung saya yang detaknya melebihi kuda liar sumbawa *lebay hehe.. tapi begitulah perasaan ketika kita menginginkan sesuatu begitu besar bertempur dengan rasional yang mempersiapkan kemungkinan terburuk. rasanya jantung saya bertegangan tinggi seperti sutet. saya hanya bisa menangis dalam doa.

resah dan gelisah saya terjawab dengan tidak lolosnya saya pada beasiswa itu. jangan tanya bagaimana perasaan saya. hancur lebur. semua harapan dan angan yang tinggi terhempas ke tanah begitu cepat dan keras. saya lunglai namun air mata sudah habis mengalir. saya begitu terpukul.

saya berusaha menata hati saya lagi. sebelumnya saya sudah punya planning manis. saya akan mengerjakan skripsi saya dengan baik kemudian setelah SHP saya akan pergi ke amerika untuk mengikuti kursus bahasa inggris itu kemudian saya kembali dan langsung sidang skripsi. manis bukan impian saya? ternyata kenyataannya? saya tidak lolos beasiswa IELSP itu dan skripsi saya belum berjalan lagi.

sekarang, beberapa teman saya sudah banyak yang SHP dan malah beberapa sudah mengikuti sidang skripsi. Ibu saya sudah wara-wiri menanyakan perkembangan skripsi saya dan menannyakan kapan saya lulus. seolah seiya sekata. semua juga melakukan hal yang sama menanyakan KAPAN SAYA LULUS? BAGAIMANA SKRIPSI SAYA?

sejenak saya hanya bisa mengehela nafas dan tersenyum. saya tidak mau mengiming-imingi khayalan lagi pada mereka. namun, dalam lubuk hati saya paling dalam saya masih penasaran dengan beasiswa IELSP itu, saya masih penasaran untuk bisa mewujudkan travelling ke luar negeri dan membuat buku setelah itu saya bisa fokus dengan skripsi dengan mengeluarkan semua energi dan ilmu yang saya punya. untuk kemudian membangun asa untuk melanjutkan s2 saya di luar. apakah itu salah? hati saya selalu bertanya mengenai itu hingga saat ini.